Selasa, 04 September 2012

PENGGUNAAN DIALEK BAHASA JAWA SUROBOYOAN DI LINGKUNGAN FAKULTAS ILMU BUDAYA UNAIR-Surabaya

Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan, dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat. Adapun problematika kebahasaan yang muncul di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya antara lain adalah:
Bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan, bahasa nasional, dan merupakan salah satu identitas bangsa Indonesia, sudah sepantasnya kita sebagai mahasiswa diwajibkan sudah akrab dengan bahasa Indonesia baik dalam kegiatan perkuliahan atau bahkan dalam kehidupan sosial bermasyarakat sehari-hari, hendaknya pemakaian bahasa Indonesia harus lebih diperhatikan baik ejaan, pelafalan maupun dalam komunikasi sederhana bahkan tidak formal sekalipun. Karena sekarang ini sangat umum dan sering kita jumpai bahkan kita lakukan yakni pemakaian bahasa Indonesia yang tidak benar. Salah satunya ialah yang saya jumpai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya. Dimana saat seorang penutur melakukan aktifitas komunikasi dengan lawan tuturnya muncul beberapa hal yang sebenarnya tidak boleh terjadi yaitu penggunaan bahasa Indonesia dalam komunikasi antara mahasiswa dengan mahasiswa yang lain ataupun antara mahasiswa dengan pegawai dan petugas Fakultas Ilmu Budaya, sering terjadi umpan balik atau tanggapan yang di dalamnya terjadi pencampuran dengan ragam bahasa daerah, misalnya jika penutur berkomunikasi dengan lawan tutur dengan bahasa Indonesia terkadang lawan tutur memberikan tanggapan akan tetapi dalam bahasa Jawa Suroboyoan.
Fenomena semacam ini tidak sekali dua kali saja terjadi, akan tetapi hampir setiap hari saya jumpai baik saat dalam kegiatan perkuliahan yang tentu saja di dalamnya terjadi aktifitas komunikasi antara dosen dengan mahasiswa dan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, atau saat di luar kegiatan perkuliahan misalnya di kantin, ruang dosen, akademik dan lain sebagainya. Contohnya, dalam salah satu perkuliahan yang saya ikuti tidak jarang seorang dosen dalam penyampaikan materi perkuliahan ataupun kegiatan perkuliahan lainnya terjadi pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa daerah (Jawa Suroboyoan), seperti “yo ojo ngono rek, masak presentasi kaya baca cerpen ae…”.
Muncul di benak saya, jika hal-hal semacam ini saja terjadi di lingkungan perguruan tinggi bahkan di sebuah Fakultas Ilmu Budaya, fakultas yang dikenal dan dianggap sebagai tempat studi kebahasaan. Maka bagaimana halnya dengan yang akan terjadi di lingkungan-lingkungan lainnya seperti lingkungan masyarakat umum. Dan yang paling penting untuk kita ingat bahwa fenomena-fenomena ini dilakukan oleh seorang dosen dan mahasiswa yang seharusnya dapat memberikan sumbangan positif baik langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan bahasa Indonesia sendiri kedepannya. Kemudian tentu kita bertanya hal semacam ini sudah pasti terdapat penyebab atau pemicunya, lalu apakah yang melatar belakangi fenomena problematika kebahasaan semacam ini.
Banyak faktor yang dapat dikelompokkan sebagai penyebab permasalahan kebahasaan yang terjadi di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya ini,.misalnya faktor latar belakang lingkungan sosial penutur maupun lawan tuturnya di luar lingkungan universitas. Tentu seorang mahasiswa maupun dosen pada saat-saat tertentu di luar universitas menjalin komunikasi dengan orang-orang umum yang tidak semuanya selalu menggunakan bahasa Indonesia baku yang benar. Sehingga lambat laun hal ini menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi hal yang biasa saja bagi kita. Sehingga kita sering menganggap permasalahan kebahasaan ini tidak terlalu penting untuk diperbaiki. Akan tetapi kita di sini bukan untuk menyalahkan atau merendahkan bahasa daerah, karena bahasa daerah adalah bahasa ibu yang jauh lebih dulu kita kenal, pahami dan kita pergunakan dalam kehidupan kita. Mungkin dari bahasa ibu itu bahasa Indonesia sekarang ini ada.
Sehingga sebagai penerus bangsa yang tentu bertanggung jawab pula terhadap keberadaan bahasa Indonesia sendiri kita harus lebih memperhatikan permasalahan-permasalahan semacam ini supaya selanjutnya hal ini dapat diperbaiki sedikit demi sedikit untuk menghindari pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa daerah di lingkungan Universitas Airlangga khususnya Fakultas Ilmu Budaya Sastra Indonesia dan yang lainnya.